Sudah menjadi rahasia umum bahwa nyaris tidak ada satu wartawanpun yang mampu mengetik dengan menggunakan 10 jari sebagaimana pelajaran dalam kursus mengetik. Maklum, memang tidak ada persyaratan lulus kursus mengetik untuk bisa jadi wartawan. Pada umumnya, wartawan menggunakan hanya beberapa jari saja untuk mengetik. Setidaknya 4-5 jari.
Yang saya tahu, di lingkungan Harian Surabaya Post, wartawan yang mampu mengetik tanpa harus terus menerus melihat papan ketik (keyboard) adalah Cak Rokimdakas (roc). Dia mampu meneruskan pekerjaan mengetik meski diajak ngobrol. Jari jemarinya terus bergerak sambil sesekali melihat wajah lawan bicaranya.
Tetapi alih-alih mengetik dengan 10 jari, ada wartawan yang malah mampu mengetik dengan 11 jari. Lho, iya, 11 jari. Maksudnya, 1 jari tangan kiri ditambah 1 jari tangan kanan. Keduanya digunakan secara seimbang. Ada yang lebih hebat lagi, yaitu wartawan yang hanya menggunakan 1 jari saja. Kalau toh ada 1 jari lainnya, yaitu jari tangan kiri hanya digunakan untuk mengetik 1 huruf saja, yaitu huruf A yang ada di keyboard sisi kiri. Tapi jangan tanya kecepatan ngetiknya. Kalau gak percaya tanya Om Djoko Pitono Hadiputro (dph) yang biasa dipanggil Om Pit.
Sejak saya mengenal sama-sama satu kantor di Harian Memorandum, Om Pit selalu mengetik hanya dengan 1 jari saja. Soal kecepatan mengetik, jangan tanya. Bisa dibandingkan dengan yang menggunakan 10 jari sekalipun. Dan hebatnya, dia mengetik bukan mencontoh tulisan lho, tapi langsung mengetik dari isi kepalanya.
Nah, sekarang era digital, era komputer dan sudah memasuki era smartphone. Wartawan sudah tidak menggunakan mesin ketik lagi, sudah beralih ke komputer meja, kemudian laptop, dan sekarang malah cukup menggunakan tablet atau bahkan telepon seluler standar yang bisa dibuat mengetik di layar sentuh. Lantas, berapa jari yang digunakan untuk mengetik? Paling-paling hanya 1 jari saja, dengan cara menutul-nutul layar sentuh. Padahal, bisa juga menggunakan 2 jempol, kiri dan kanan, tapi rata-rata kemampuan seperti ini hanya ada pada anak muda. Untuk yang tua-tua, jempolnya sudah sebesar pisang kluthuk, salah-salah terus kalau mencet.
Jadi, kalau sekarang ini banyak wartawan yang hanya menggunakan 1 jari untuk mengetik berita, itu sudah “ketinggalan zaman” karena Om Pit sudah jauh-jauh hari melakukannya. Atau, memang Om Pit adalah wartawan masa depan? Yang mampu mendahului kemajuan teknologi? Hihihi…… Halo Om Pit alias Mas Djoko Pitono. Semoga sehat-sehat selalu. Salam (hnr)