Santuwi, MacGyver-nya Koran Surabaya Post
Info Baru Lho Iki Lak

Santuwi, MacGyver-nya Koran Surabaya Post

Hari beranjak siang. Kesibukan di Kantor Surabaya Post, Jl TAIS Nasution Surabaya makin terasa. Beberapa wartawan asyik berkutat di balik komputer, staf lain pun tak kalah sibuk di belakang meja dan tumpukan dokumen.

“Pak, ada pesan,” kata seseorang. Si pemilik nama, H. Moh. Santuwi, langsung membaca selembar kertas. Isinya kurang lebih, ‘Mesing cetak kwitansi tolong diperbaiki. Waktunya 2 x 24 jam’. Singkat dan padat.

Santuwi-pun bergegas ke bagian keuangan. Langsung menuju mesin cetak yang dimaksud. Dalam beberapa detik, ia langsung tahu, ini tugas serba cepat. Dengan cekatan ia pun beraksi. Hanya beberapa menit, mesin cetak itu aktif kembali.

“Saya mengandalkan penghapus pulpen yang keras itu,” kenangnya sambil tertawa.

Santuwi, pria kelahiran 15 Juni 1957, adalah karyawan Surabaya Post bagian teknik. Sejak awal bergabung pada tahun 1979 dan diangkat jadi karyawan tahun 1980, lulusan STM ini sudah didapuk jadi teknisi koran sore terbesar di Surabaya saat itu.

Tugasnya tidak main-main ; menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan hal teknis, mulai dari mesin diesel, komputer, telepon, dan masih banyak lagi.

Ditemui di rumahnya, Jl Krukah Lama III, Santuwi mengaku, ia bukan tipe orang yang serba tahu urusan teknis. Ia hanya paham cara kerja. Dari situ ia suka meraba, dimana masalahnya. Seperti mesin cetak yang rusak itu.

“Lalu saya tes ini-itu. Listriknya atau apanya. Lalu ketemu. Padahal, mesin ini pas rusak sempat ditangani ahlinya dari Jakarta. Tetap tidak bisa. Giliran saya kok bisa,” kata bapak dua anak ini.

Gara-gara berhasil menangani mesin cetak ini, Tatang Istiawan, sempat menjuluki Santuwi sebagai MacGyver. Karena tangannya terampil, bisa memperbaiki apa saja. “Tapi ya cuman pujian aja, buat apa,” canda Santuwi.

Sebagai karyawan bagian teknik, Santuwi bekerja sendirian. Tidak punya anak buah. Tapi seperti diakui, bergabung jadi karyawan Surabaya Post adalah kebanggan tersendiri baginya. Bukan semata ada dalam sebuah perusahaan yang tumbuh dan berkembang pada masanya, tapi lebih dari itu.

“Saya diangkat Pak Azis, almarhum. Beliau percaya sama saya. Dan saya bisa mempertahankan kepercayaan itu sampai akhirnya disuruh pensiun,” kata Santuwi. Sukses sebagai karyawan bagian teknik, Santuwi pernah dipindah di Surrabaya Post kawasan Surabaya Selatan. Lalu diminta balik ke pusat lagi. Sampai akhirnya pindah ke utara, dan akhirnya diminta pensiun.

“Padahal saya tidak pernah mengajukan pensiun,” tegasnya. Tahun 1997, perjalanan karir Santuwi di Surabaya Post pun berakhir. Banyak hal telah terjadi. Suka, duka, bahkan kecewa. Tapi perjalanan Santuwi tak pernah surut semangat. Ia melanjutkan hidup bersama istrinya, mencari rejeki sebagai pedagang daging sapi di Pasar Krukah. (hdl | foto : dok pribadi)

Loading...

Post Comment

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.