Close Menu
exsurabayapost.comexsurabayapost.com
  • Info SS
  • Kiprah
  • Lho Iki Lak
  • Nostalgia
  • Usaha Rek
  • News
  • Kolom
Facebook X (Twitter) Instagram
exsurabayapost.comexsurabayapost.com
  • Info SS
  • Kiprah
  • Lho Iki Lak
  • Nostalgia
  • Usaha Rek
  • News
  • Kolom
Facebook X (Twitter) Instagram
exsurabayapost.comexsurabayapost.com
Home»Info Baru»Salat Magrib di Kelenteng Gudo
Info Baru

Salat Magrib di Kelenteng Gudo

adminwebsiteBy adminwebsite5 Desember 2020Tidak ada komentar2 Mins Read
Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

Di tengah peziarah klenteng Gudo, RM Yunani langsung menggelar sajadah untuk menunaikan salat magrib.

Di majalah Tempo, kalau wartawan sedang tidak ada tugas dianjurkan untuk membaca buku, membaca koran, menghadiri seminar atau yang lainnya yang dapat memperkaya wawasan wartawan

Nah suatu saat, karena sedang tidak ada tugas, saya jalan-jalan ke Jombang. Mengikuti ajakan RM Yunani Prawiranegara, wartawan senior harian Surabaya Post, untuk meliput acara tahunan di kelenteng Hong San Kiong di Gudo, Jombang.

Entah sebab apa Mas Yun – panggilan akrab Yunani Prawiranegara — tertarik meliput kegiatan kelenteng ini. Tetapi yang jelas, selain wartawan, Mas Yunani adalah seorang seorang pemerhati budaya. Selain menulis di Surabaya Post, Ynani juga sering menulis masalah arkeologi di media berbahasa Jawa seperti Jaya Baya dan Panjebar Semangat. Kelenteng Gudo yang kami kunjung adalah salah satu kelenteng kuno di Jawa Timur dan menarik perhatian Yunani.

Kami tiba di Gudo, sore hari, menjelang magrib. Saat itu kelenteng sudah dipenuhi para peziarah dari berbagai daerah. Para peziarah ada yang leyeh-leyeh di lantai, asap dupa mengepul di mana-mana.

Tiba-tiba Mas Yun menjawil saya, “Dik ayo salat magrib,” katanya. “Lha salatnya di mana Mas, kan masjidnya jauh,” tanyaku. “Ya salat di sini,” kata Mas Yun sambil tangannya menunjuk lantai kelenteng.

Mas Yun langsung menggelar sajadah dan menjadi imam saya. Saya mengikutinya dengan menggelar jaket sebagai pengganti sajadah. Orang-orang di sebelah saya pastikan terheran-heran. Dalam hati mereka pasti bertanya-tanya, kok ada orang yang “jengkang-jengking” di dalam kelenteng.

Saya sebenarnya kurang sreg salat di kelenteng. Tetapi karena saya menganggap Mas Yun lebih paham tentang agama ketimbang saya, saya mengikuti saja ajakannya. Belakangan saya tahu, selain mantan aktivis dan pengurus Pelajar Islam Indonesia, Mas Yun juga seorang imam dan katib Jumat di sejumlah masjid di Surabaya.

Mas Yun telah berpulang Sabtu pagi 26 Desember 2009 karena menderita penyakit komplikasi darah tinggi, diabetes dan kolesterol. Sabelumnya Mas sempat dirawat di Graha Amerta RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Saya tak sempat melayat ke rumah almarhum. Tetapi saya tak pernah melupakan kenangan saya saat melakukan liputan bersama dengan almarhum, termasuk salat magrib di kelenteng Gudo. Selamat jalan Mas Yun.

Oleh : Zed Abidien

*Pensiunan jurnalis TEMPO dan pegiat literasi. Tinggal di Mojokerto

Catatan: Artikel ini dimuat di blog penulis zedabidien.wordpress.com

Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
adminwebsite

Related Posts

Doa Virtual Bersama untuk Almarhum Mas Denny

14 Agustus 2021

Melepas Rindu di DeDurian Park Wonosalam Jombang

1 Juni 2021

Dari Berita Istana hingga Ide Mengundang KPK

1 Juni 2021
Leave A Reply Cancel Reply

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

agenda

  • Beranda
  • Tentang Kami
  • Agenda
  • Kirim Naskah
  • Kontak
© 2025 exsurabayapost.com | komunitas alumni surabaya post

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.