Kepergian Peter A. Rohi masih membawa duka. Sapto Anggoro, CEO Tirto.id bahkan membuat catatan kecil tentang Peter.
Tahun 1990, ketika memutuskan mau pindah dari Surabaya Post ke Berita Buana Jakarta, saya pamit Cak Pe’i (Fery Suharyanto) karikaturis cum kartunis Surabay Post, sebelum jadi politisi PDIP.
Cak Pe’i memberikan surat, yang isinya menerangkan bahwa saya adalah wartawan muda potensial. Waktu itu saya belum tahu isi surat tersebut.
Syahdan saya ke Jakarta langsung disibukkan dengan tugas-tugas kantor. Surat berkali-kali mau saya berikan ke kantor Sinar Harapan, tapi Pak Peter sedang tugas luar, biasanya tiga bulanan baru balik.
Telepon pun jawabnya sama ; belum balik dari tugas. Akhirnya surat saya biarkan hingga lupa. Bahkan saat kantor media saya sudah tutup.
Saat pindah ke Harian Republika, saya kembali mencari Pak Peter. Sinar Harapan sudah ganti Suara Pembaruan. Ada info kalau beliau pindah Jayakarta. Saya mulai berpikir, ah lupakanlah. Tapi surat tetap belum saya buka. Saya pun mulai melihat ini sebagai sesuatu yang tak istimewa.
Baru setelah belasan tahun Pak Peter bersama kawan-kawan AWS dan saya ketemu di Surabaya dan beberapa kali bersilaturahmi sekali ke rumahnya dan malah ada reuni sekali dan Pak Peter membawa rombongan teman-teman media binaannya ke kantor saya di Tebet. Dari situ baru tahu isinya surat tadi setelah dibaca beliau.
Yang saya tahu, wartawan legendaris yang pernah membuat liputan di daerah pedalaman dan pernah menaikkan Herlina Efendi, si Pending Emas dalam pembebasan Papua Barat,adalah lelaki energetik, teliti, dan tidak banyak bicara.
Seorang Soekarnois tulen yang paham betul arti Republik ini. Meski sudah pernah menulis banyak buku, dikenal karena tulisannya yang mendalam dan dahsyat, Pak Peter amat sangat bersahaja.
Saya juga keki ketika beliau bilang perlu belajar banyak pada saya. Ya, memang soal manajemen media sih, tapi semangatnya untuk menggali sesuatu perlu diacungi jempol.
Di kantornya dikenal jujur, biaya liputan kalau lebih selalu dikembalikan. Tapi pernah, dia mengajukan klaim karena saat liputan kurang biaya bahkan sudah pakai duitnya sendiri.
Eh, saat dipersulit, dia santai saja. Katanya, “Ya sudah, saya sumbang kantor”. Meski teman yang kemudian jadi atasannya mengembalikan duit reimbers itu dengan mengatakan, “Arang admin anak baru’.
Kekerasan jiwa, keteguhan hati, kejujuran, meski rendah hati, adalah karakter kuat yang ia miliki.
Pak Peter adalah idola yang tak mudah kita ikuti. Karena begitu kuat karakternya.
Inilah kekayaan terbesar beliau, yang sangat bermakna di mata anak didiknya selaku mentor bahkan suhu yang sederhana.
Selamat jalan Pak Peter. Kami kehilangan Anda.