Awalnya, H. Moh. Santuwi hanya terlibat sebagai teknisi proyek pembangunan gedung Surabaya Post di Jl TAIS Nasution. Sampai saat gedung berdiri, tahun 1979, ia diajak gabung oleh A. Azis, pendiri sekaligus pimpinan Harian Sore Surabaya Post.
Surabaya Post sendiri pertama terbit pada 1953, meneruskan Surat Kabar Soerabaiasch Handelsblad. “Hanya butuh waktu satu tahun, saya sudah diangkat jadi karyawan bagian teknik,” kenang Santuwi.
Di matanya, Azis adalah sosok pemimpin yang sangat bersahabat dan bijaksana. Saat menikah, Santuwi dapat dua bonus dua kali dari dia. “Pertama atas nama perusahaan, kedua dari beliau pribadi,” jelas bapak dua anak ini.
Di awal karirnya sebagai staf Surabaya Post, Santuwi digaji Rp 30 ribu. “Kalau tahun 1979 sudah besar,” kata Santuwi.
Belum lagi, lanjutnya, Azis yang tiap Sabtu malam pulang larut selalu menyempatkan diri bertemu dengan dia. “Jadi, tiap mau pulang ia datang ke saya. Lalu ngasih duit sambil bilang, ini buat rokok. Nggak banyak, Rp 5000. Tapi sekali lagi, ini tahun 1980-an,” kata Santuwi sambil menikmati kopi hitamnya.
Masih di tahun-tahun pertamanya di Surabaya Post, suatu saat, Santuwi juga pernah diminta memperbaiki kamera yang dipasang di ruang tamu kantor. Setelah problemnya ketemu, ia langsung ke Pasar Genteng, Surabaya, untuk beli sparepart. Harganya Rp 100.
Ia langsung membeli, dan kamera kembali aktif. “Tiba-tiba Pak Azis nanya. Lho ini sudah bisa. Ya saya jelaskan masalahnya ini. Sparepart kebetulan ada di Pasar Genteng. Pak Azis terus negur saya, intinya, biaya pembelian sparepart harus diklaim-kan ke bagian keuangan,” cerita Santuwi.
Pada sosok yang sangat ia hormati ini, ia pun kukuh bilang, perusahaan tidak perlu ganti. Tapi Azis ngeyel harus diklaimkan. “Ini urusan perusahaan, berapapun biayanya yang ganti ya perusahaan, bukan karyawan,” kata Santuwi menirukan. Akhirnya biaya pembelian sparepart-pun diklaimkan.
Setelah A. Azis meninggal, Surabaya Post-pun berganti pimpinan. Dalam beberapa hal, kata Santuwi, suasana banyak yang berbeda. Termasuk saat ia harus pindah posisi bantu jualan iklan.
“Saya pakai mobil kalau jualan. Jadi dapat lumayan. Nah, waktu itu kami dikasih janji, kalau iklan masuk, kami dapat komisi dari diskon. Ternyata sampai saat terakhir tidak dibayarkan,” sesal Santuwi. (hdl)