Konsistensi Henri Nurcahyo untuk membuat dokumentasi tekstual Cerita Panji layak dipuji. Karena bertahun-tahun, ia tak berhenti menyusun literasi alternatif tentang Panji. Termasuk saat menulis buku ‘Memahami Budaya Panji’, sebuah buku dengan tebal 215 halaman yang diterbitkan Komunitas Seni Budaya BrangWetan. Berikut ulasannya.
Pernah mendengar cerita tentang dongeng Timun Mas? Atau barangkali Keong Mas, Golek Kencana, Enthit dan Ande-Ande Lumut? Judul-judul tersebut adalah beberapa contoh dongeng bertemakan Panji. Salah satu ciri dongeng Panji umumnya mengisahkan bersatunya sepasang kekasih setelah keduanya menjalani serangkaian perjalanan yang melelahkan.
Barangkali memang tak ada nama Raden Panji atau Dewi Sekartaji, yang merupakan tokoh utama dalam cerita tersebut. Namun bisa jadi, beberapa dongeng yang selama ini kita ketahui, ternyata adalah varian dari cerita Panji. Cerita Panji memang tidak lahir pada satu kurun waktu tertentu, melainkan terus menerus lahir dalam kurun waktu yang panjang. Ia mampu berkali-kali lahir oleh siapa saja, hingga menghasilkan ratusan versi dalam berbagai bentuknya.
Cerita Panji merupakan cerita asli Indonesia yang sejatinya bersumber dari Kerajaan Kadiri dan Jenggala yang telah menyebar ke seluruh Indonesia hingga ke negeri Malaysia, Thailand, Kamboja, Laos dan Myanmar. Cerita Panji mampu bersaing dengan kemegahan cerita klasik Ramayana dan Mahabarata. Cerita Panji yang notabene merupakan sastra klasik tingkat dunia, dianggap hadir sebagai bentuk perlawanan (counter culture) terhadap budaya India.
Lydia Kieven seorang arkeolog asal Jerman peneliti budaya Panji dalam bukunya bahkan menyebut bahwa sastra Panji adalah salah satu bukti kreativitas budaya khas Jawa Timur asli yang tidak berdasarkan pada sastra India. Hal ini mengingat sebagian besar masyarakat kita, dan terutama masyarakat Jawa begitu memuja kisah dari dataran sungai Gangga tersebut.
Bahkan Ben Andersen menyebut Mahabarata dan Ramayana sudah menjadi ‘agama’ bagi mayoritas orang Jawa. Masyarakat kita begitu mengagumi tokoh-tokoh sekaligus kisah yang dihadirkan oleh Ramayana dan Mahabarata.
Sebagai sebuah karya sastra, pengaruh dan popularitas cerita Panji telah melampaui batas popularitas karya sastra Jawa yang lahir sebelum dan sesudahnya. Seperti Pararaton, Negara Kertagama, Calon Arang, Damarwulan, dan lain-lain.
Hal ini bisa jadi karena nilai yang terkandung dalam cerita Panji dapat dimanfaatkan sebagai ajaran hidup bagi masyarakat penikmatnya. Sastra Panji sarat dengan nilai filosofis serta ajaran moral spiritual yang seringkali dipakai sebagai acuan untuk membentuk karakter baik yang mengedepankan nilai-nilai altruisme.
Cerita Panji mengejawantah dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat khususnya Jawa. Cerita Panji abadi dan muncul dalam beragam bentuk khasanah seni dan budaya termasuk seni pertunjukan, seni rupa, seni patung, seni pahat, grafis, dan lain-lain. Dalam seni pahat, kisah Panji dapat kita temukan pada beberapa relief candi peninggalan era Majapahit yang mewujud serupa figur pria bertopi tekes.
Henri Nurcahyo, penulis berbagai buku sekaligus pegiat seni dan peraih Penghargaan Seni Budaya Jawa Timur menuturkan bahwa buku ini merupakan edisi pembaruan dari edisi-edisi sebelumnya. Mulai cetakan keempatnya, buku ini menambahkan satu bab baru yaitu Dari Cerita Panji ke Budaya Panji.
Ini dilatarbelakangi banyaknya masukan yang mengkritisi isi buku pada cetakan sebelumnya yang hanya berkisar seputar cerita Panji, meski judul bukunya Memahami Budaya Panji. Perubahan juga dilakukan pada cover buku serta pergantian penerbit yang sebelumnya dilakukan oleh Pusat Konservasi Budaya Panji.
Secara keseluruhan, buku ini memang mengulas tuntas tentang definisi budaya Panji. Tak hanya bergelut pada ragam cerita Panji saja. Namun juga sejarah dan definisi cerita Panji, geliat sastra Panji, hingga pengaruhnya dalam berbagai sendi kehidupan dan berkesenian masyarakat.
Mungkin bagi pembaca yang sebelumnya awam tentang budaya Panji, buku ini bisa menjadi rujukan untuk lebih mengenal dan memahami budaya Panji. Betapa sesungguhnya cerita Panji mampu menjadi sebuah harta karun yang layak untuk digali dan kemudian dipoles sedemikian cemerlang, sebagai khazanah kekayaan sastra klasik murni bangsa yang patut untuk dijaga dan dilestarikan keberlangsungannya.
Catatan : Bias Maneka