Nama yang ia sandang, Saptini Darmaningrum, memiliki makna anak ke tujuh yang indah darmanya, terasa pas melekat pada diri perempuan 53 tahun ini.
Betapa tidak. Ibu tiga anak yang kini menjabat sebagai Manajer Bisnis beritajatim.com itu nyaris tak pernah berhenti untuk belajar dan berkarya.
“Sebelum bergabung dengan beritajatim.com, saya lebih dulu menempa ilmu marketing di Surabaya Post,” akunya.
Berawal dari info lowongan kerja yang ia dapat dari Agus Salim, suaminya, jurnalis Majalah Editor, ia memutuskan melamar sebagai marketing di Harian Surabaya Post.
“Kebetulan saya pernah bekerja di sebuah perusahaan advertising di Semarang. Saat itu masih berstatus mahasiswa di Universitas Diponegoro,” kata Nining, panggilan akrabnya.
Seperti proses rekruitmen kebanyakan, ia harus mengikuti tes formal yang diakui cukup susah waktu itu. Meski demikian, Nining tetap bersemangat melakoni proses ini. Surabaya Post, yang ia tahu, adalah surat kabar legendaris di Jawa Timur.
Bahkan banyak yang suka memadankan media yang didirikan A. Azis ini sebagai Harian KOMPAS-nya Surabaya. Tak heran jika proses bergabung di koran ini terekam kuat di benaknya.
“Saya ingat yang mewawancarai, Namanya Pak Suhandayani dari bagian Human Resources Department,” kenangnya.
Tahun 1991, ia resmi bergabung dengan Suabaya Post. Suasana kekeluagaan yang melekat di koran sore ini langsung dirasakan Nining. Meski, “Sebagai anak baru, saya dituntut kerja lebih. Namanya juga anak baru. Mungkin sekalian agar saya bisa kenal cara kerja Surabaya Post,” tukasnya.
Bekerja di Surabaya Post, seperti karyawan yang lain, Nining juga melewati manis dan pahit perjalanan.
“Waktu itu pernah sehari cetak dua kali. Kita kan cetak siang jam satu. Terus ada update berita baru yang menarik, kita cetak lagi. Cover depan diganti, halaman dalamnya tetap, dan itu laku,” katanya.
Bagi Nining, kenyataan ini jadi pelajaran tersendiri. Apalagi begitu ada cetak ulang, iklan koran juga ikut bagus.
Tidak hanya bergelut di penjualan iklan. Ia juga pernah berada di divisi internal service, customer service, hingga wakil periklanan.
Namun sayang, tepat di umur 35 tahun, pada bulan Juli 2002, Surabaya Post resmi dinyatakan pailit. “Seperti kawan yang lain, saya juga sedih. Tapi apa boleh buat,” kata Nining lagi.
Meski sudah tidak berada dalam Surabaya Post, Nining mengaku tetap menjaga silaturrahmi dengan sesama alumni Surabaya Post. “Saya masih beberapa kali komunikasi dengan kawan-kawan. Seperti Prapti, Ony, Harsona, Supiyati. Kemarin, saya juga sempat menjenguk Supiyati di kediamannya,” pungkas Nining sambil tersenyum, mengakhiri pembicaraan.