Pagi ini saya dikagetkan dengan meninggalnya Bambang Soen, mantan wartawan Surabaya Post. Menurut Arieyoko, almarhum meninggal pagi hari saat di kamar mandi. Diduga kena sakit jantung.
Bambang saya kenal saat saya menjadi koresponden Surabaya Post di Ngawi tahun 1985. Seperti saya, Bambang menjadi koresponden Surabaya Post di Tuban, lewat Budiono Darsono, koresponden Surabaya Post di Bojonegoro. Saya, Bambang dan Budiono sama-sama dari Bojonegoro. Budiono dan Bambang tinggal di kota, saya tinggal di Padangan, sebuah kecamatan di ujung barat Bojonegoro, perbatasan dengan Cepu, Jawa Tengah.
Sebelum menjadi koresponden Surabaya Post, Bambang bekerja di harian Memorandum. Saya pernah berkunjung ke Tuban, saat Bambang menjadi wartawan di sana. Kabarnya dia sempat membeli rumah di sana, tapi kemudian dijyal. Selama di Tuban, keluarga Bambang tetap tinggal di Bojonegoro bersama keluarga besarnya. Bambang sering pulang ke Bojonegoro. Ambar, istri Bambang, perempuan yang grapyak. Saya dan teman-teman pernah ke rumah Bambang di Bojonegoro.
Seperti biasa, kami mengobrol hingga dini hari. Waktu itu kami juga dibuatkan nasi goreng yang enak oleh Mbak Ambar, demikian saya biasa memanggilnya.
Dulu, kami para wartawan di Bojonegoro punya pergaulan yang menyenangkan. Saling bertukar informasi dan saling berkunjung ke rumah masing-masing. Kelompok seangkatan kami, selain saya, ada Bambang, Budiono, juga ada Ari Muryoko wartawan Suara Merdeka, Budi Darma (Kompas) Djajus Pete, Jfx Hoery dan belakangan muncul Slamet Agus Sudarmojo yang menggantikan posisi Budiono. Aguk — panggilan Slamet Agus Sudarmo — menggantikan Budiono karena Budiono bergabung sebagai wartawan majalah Tempo Biro Jawa Timur di Surabaya.
Budiono hanya sebentar di Tempo biro Jatim karena dia pindah ke Jakarta, di kantor pusat majalah Tempo. Saya kemudian menggantikan posisi Budiono di Tempo biro Jatim. Sejak itu saya jarang bertemu dengan Bambang. Pernah saya menemui Bambang di Bojonegoro, tetapi dia saya wawancarai karena Bambang menjadi ketua PDIP Bojonegoro periode awal. Demi perjuangannya di PDIP, Bambang rela meninggalkan profesinya sebagai wartawan. Mbak Ambar saya dengar juga mengundurkan sebagai karyawan PT. Pos Indonesia.
Setelah Bambang tidak lagi menjadi pengurus PDIP, beberapa kali saya bertemu dengan Bambang di acara reuni ‘wartawan kulon kali’. Ini sebutan kelompok wartawan di era kami, tahun 1980an di Bojonegoro. Disebut kulon kali (barat sungai) karena rumah saya, rumah Djayus Pete, rumah JFX Hoery dan rumah Budi Darma berada di sebelah barat sungai, di barat kota Bojonegoro.
Wartawan kulon kali dikenal sering membuat berita yang mengkritisi pemerintah Bojonegoro. Budiono juga masuk geng ini, meski rumah Budi di timur sungai. Kami sering berlomba untuk membuat berita headline di daerah Bojonegoro dan Cepu. Saat itu saya masih menjadi kontributor harian Merdeka, Djayus wartawan Fakta dan Hoery wartawan Kedaultan Rakyat. Umur saya dengan Budiono Darsono sepantaran, umur Bambang Soen, Ari Muryoko dan Slamet Agus Sudarmojo di atas enam-tujuh tahunan dari unur saya, sedangkan Budi Darma, Djayus Pete dan JFX Hoery lebih senior dari kami berlima.
Reuni terakhir wartawan kulon kali sekitar tiga tahun lalu, di Singapore Restaurant. Saat itu Budiono ada acara di Bojonegoro bersama keluarga besarnnya. Kecuali Budi Darma, semua wartawan seangkatan kami hadir. Kecuali Budiono, kami sudah meninggalkan pekerjaan jurnistik. Memasuki masa pensiun. Sedang Budiono, saat itu sedang mengelola media baru, Kumparan. Sepertinya reuni itu masih segar dalam ingatan, tetapi Bambang Soen pagi ini telah meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Selamat jalan kawan.
Catatan : Zed Abidien
Penulis adalah mantan wartawan Surabaya Post, kini tinggal di Mojokerto