Sebagai wartawan freelance, Jacky Kussoy terbiasa dengan cara kerja yang serba cepat. Ia juga nyaris tak pernah menolak tugas. Baginya, ini prinsip. Baik sebagai jurnalis atau sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup.
Semua bermula dari sebuah telepon yang datang dari Tjuk Swarsono. Saat itu Jacky dapat tawaran untuk bergagung sebagai wartawan freelance di Harian Sore Surabaya Post.
“Mas Tjuk menghubungi saya. Diajak gabung. Jadi freelance, nulis di halaman hiburan, seni budaya, bahkan pernah diminta nulis tinju,” kenang Jacky. Tahun 1986 itu, ia juga aktif di Harian Memorandum.
Pada exsurabayapost.com pria kelahiran Surabaya ini kemudian bercerita perjalanan karirnya di dunia media.
“Tahun 1982, saya kerja di Harian Memorandum. Jadi reporter. Terakhir pegang halaman satu,” katanya.
November 1984, Jacky dipercaya menjadi redaktur pelaksana Mingguan Memorandum. Sayang, media ini hanya terbit setahun. Jacky masih ingat, di edisi perdana itu ia sempat mewawancarai Dewi Soekarno.
Lalu 1986 hingga 1990 ia bergabung di Harian Surabaya Post. Selain menulis, ia juga liputan televisi, dan nyambi jadi fotografer.
“Jadi freelance, tugas apa saja saya kerjakan,” tegasnya. Tak heran, pada saat tertentu honornya bisa melampaui wartawan tetap di Surabaya Post.
Lalu 23 Oktober 1990, SIUPP Tabloid Monitor dicabut oleh Menteri Penerangan Harmoko. Sebelumnya, Arswendo Atmowiloto, Pimpinan Redaksi Tabloid Monitor, ditangkap karena hasil angket ’50 Orang yang Dikagumi’ dianggap menciderai umat Islam.
Usai tabloid ini dibredel, Dahlan Iskan berencana membuat tabloid yang bisa mengganti Monitor. “Aku direkrut Pak Dahlan, buat Tabloid Nyata. Persiapan akhir 1990. Selama empat bulan ndobel kerja di SP dan persiapan Nyata,” jelas Jacky.
Bagi Jacky, meninggalkan Surabaya Post bukan persoalan mudah. Tapi mengingat kebutuhan hidup, ia akhirnya loncat ke Tabloid Nyata.
“Aku mau diangkat jadi karyawan tetap di SP, tapi dapat gaji kecil. Di Nyata gaji tiga kali lipat. Akhirnya aku diminta Pak Dahlan memilih, dan aku pilih Nyata,” katanya.
Beberapa minggu berjalan, kawan-kawan Surabaya Post datang menemui Jacky. Mereka terang-terangan meminta agar ia kembali ke SP.
“Tapi aku sudah memilih. Sejak Oktober 1991, aku mengerjakan Nyata di Jakarta sampai pensiun. Sempat diperpanjang enam tahun, lalu bener-bener selesai tahun 2011,” ingat Jacky.
Sejak pensiun, Jacky mengaku jadi sosok ‘panggilan’. Pernah di TV. Pernah jadi tim staf khusus di Kemenpora pada tahun 2014. Ia juga pernah dipercaya mengerjakan Majalah KPK pada tahun 2015 bersama beberapa kawan eks Majalah Tempo.
Tahun lali, bersama Jojo Intarto menulis buku ’60 Tahun Batan’. Di tahun yang sama, tepatnya November – December 2018 , ia menulis buku infrastruktur Jokowi dengan Joko Intarto lagi.