NKRI ini sejak berdiri sudah Slamet. Tanah airnya istimewa, kaya raya meski belum dikelola dengan benar kehidupan rakyate slamet. Rukun antar sesama, tidak mandang ras, agama dan golongan, uripe slamet.
Slamet bahasa Arabe Islam. Kalo ada yg ingin menjadikan NKRI jadi negara agama. Agama cap apa lagi? Wong sudah negara slamet mau diubah apalagi?. Tidak ada yang lebih ideal dari apapun di dunia ini selain Slamet. Pedoman hidupnya Pancasila, ideologi paling cerdas di dunia.
Ini Indonesia bukan Timur Tengah bung. Kebudayaannya jauh lebih tinggi dari negara-negara Arab. Ketika Arab masih jahiliyah, Nusantara sudah jadi negara adidaya. Armada lautnya dijuluki Naga Laut Selatan yang disegani Naga Laut Utara (China).
Tolok ukur lainnya, bangsa yg bisa mengolah metalurgi logam jadi musik seperti gamelan pertanda bangsa yang memiliki kebudayaan tinggi. Bandingkan dengan Arab yg alat musiknya rebana. Gak level gez ..
Kalo ada kelompok yang ingin mengubah negara demokrasi menjadi negara agama berarti pikiran dan hatinya belum slamet, itu tanda-tanda orang yang menclek alias gen … deng.
Lha iya.. Wong gendeng kok ngaku memperjuangkan agama. Agama cap apa?
Hanya Tuhan yg memiliki agama, manusia hanya dianjurkan untuk belajar pada nabi ato rasul menjalankan ajaranNya.
Zaman now melalui orang-orang pilihan seperti bhiksu, resi, pendeta ato kiyai. Jangan belajar agama pada pengusaha agama yg mengerahkan agen dan marketing religi berupa lembaga pendidikan, media elektronika dan kitab.
Perlu tau, Tuhan tidak butuh pembela. Dia sudah Maha Segalanya. Yang ngaku pembela ajaran Tuhan itu apa lebih Maha dari Tuhan? Yang bener aje loe …
Lagian pejuang agama cap apa kalo tindakannya tidak membuat kehidupan masyarakat merasa aman, tentram dan damai malah menimbulkan keonaran, merusak kerukunan juga menebar ketakutan.
Sana.. Betulin dulu pikiran, ati dan perasaan kalian agar bisa jadi manusia yang baik. Kalo belum bisa begitu jangan banyak tingkah karena pasti masuk penjara, itulah sejatinya neraka.
oleh : Rokim Dakas
* Penulis adalah mantan wartawan Surabaya Post