In Memoriam Cak Rachmat Basuki
Info Baru

In Memoriam Cak Rachmat Basuki

Ada dua macam ilmu yang sama-sama hebat. Satu ilmu sekolahan, dua ilmu lapangan. Untuk mendapatkannya, butuh prasyarat yang tidak mudah. Ilmu sekolahan butuh anggaran besar. Ilmu lapangan membutuhkan kesungguhan, konsistensi, effort tinggi, ulet, tahan banting, open mind, berani mencoba, dan sederet kapasitas mental serta kompetensi –yang sayangnya tidak banyak diajarkan di sekolahan.

Sahabat saya yang satu ini adalah contoh konkret dari orang yang lulus gemilang dengan melalui jalur ilmu lapangan. Sungguh hasil dari belajar autodidak tidak kalah hebat dibanding produk massal lembaga pendidikan formal.

Cak Rachmat Basuki mengawali dunia kerja dengan menjadi karyawan biasa di harian Surabaya Post, menjadi petugas keamanan. Tetapi kegemarannya dalam dunia potret-memotret ternyata mengantarnya menjadi wartawan foto yang diperhitungkan.

Dulu, di luar jam kerja diam-diam dia hunting gambar di jalanan. Sesekali beruntung menemukan kejadian kecil seperti pick up yang nyungsep ke parit. Lalu dengan malu-malu foto itu ditunjukkan kepada saya, yang waktu itu menjadi asisten redaktur.

“Ngene iki apik, Mas? Nek elek yo gak usah dimuat, aku belajaran kok,” katanya setengah berharap.

Karena kurasa layak, foto itu kumuat dua kolom kecil di rubrik “Surabaya Singkat”. Kuminta dia membikin caption pendek. Dia nyengir, “waduh yak apa carane nggawe teksfoto itu, rek.” Tapi itu hanyalah episode awal dari sebuah perkembangan potensi yang ternyata progresif.

Kepercayaan diri disertai passion kepada apa yang dilakukan membuahkan hasil yang luar biasa. Seiring dengan berjalannya waktu dia menjelma menjadi fotografer andal. Proses bekerja sambil belajar dilalui, trial dan error dilakukan, tak malu bertanya kepada rekan senior di lapangan.

Puluhan tahun semua itu dijalani dengan kecintaan besar kepada dunia jurnalistik. Jam terbang tinggi membuat bidikan Cak BAs Basuki semakin berbobot dan punya nilai news. Liputan di segala medan, dari kongres nasional hingga bencana G. Kelud, makin mengasah dan memperkaya taste fotonya.

Sampai akhirnya kapal Surabaya Post karam dilikuidasi. Dan kami, para awak kapal, berpencar mencari sekoci sendiri-sendiri. Cak Bas tetap konsinten di jalan foto. Malah berkembang merambah wilayah politik. Banyak membantu konsultan politik untuk membranding para kandidat kontestasi Pilkada.

Calon gubernur maupun calon anggota DPR/D harus tunduk kepadanya saat pengambilan gambar. Posisi pundak harus begini, dagu jangan begitu, agar nanti terlihat berwibawa dan smart saat dijadikan baliho di tepi jalan. Setahu saja Cak Bas juga memotret untuk kantor berita nasional Antara.

Tidak hanya mahir memotret, dirinya mengembangkan usaha jual beli kamera termasuk melayani servis kamera rusak sekalian. Kabarnya dia juga membeli kamera bekas dari luar negeri dan menjualnya secara konvensional maupun online.
Hampir setiap tahun kami berlangganan mengisi pelatihan jurnalistik di sekolah dan lembaga, antara lain di MAN Sooko Mojokerto. Saya tidak tahu belajar ilmu paedagogik dari mana dia, kok tahu-tahu bisa lancar mengajar lancar seperti guru. Bahkan peserta diklat dijamin “ger-geran” bila mengikuti sesinya.

Sungguh Cak Bas adalah pembelajar sejati. Juga baik hati. Saya sangat respek dengannya. Oleh karena itu, meski pendidikan formal saya setingkat lebih tinggi, karena pernah kuliah, toh saya tidak malu-malu belajar darinya. Saya belajar darinya cara memotret, cara menyikapi hidup, hingga cara membuat keripik usus ayam.

Yang menyenangkan berkolaborasi dengannya adalah dia tidak pernah main itung-itungan. Hasil jepretannya telah menjadi cover beberapa buku biografi pejabat yang kami buat. Tatkala ada sebuah proyek pekerjaan, yang tidak begitu besar nilainya, dengan permohonan maaf saya menyodorkan amplop honornya. Dia dengan enteng bilang, “Masiya sethitik gak pa pa, Mas. Aku isa nyambut gawe bareng karo sampeyan, karo Mas Sukemi Kemii, Mas Son Andries, karo kanca-kanca lawas liyane, iku wis seneng.”

Betapa dia menghargai dan mempercayai sebuah persahabatan.

Kepergianmu sangat mengejutkan. Pagi tadi-tiba Cikgu Titik Surya Pamukti, mengunggah duka itu. Kabarnya diabet yang sudah menahun itu telah merambah ke ginjal, dan menjadi lantaran penutup usia.

Selamat jalan Cak Bas. Doa kami untuk Sampeyan.

Catatan : Adriono Ono
adrionomatabaru.blogspot.com

Loading...

Post Comment

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.