Di antara ratoesan djoeta orang jang dinilai sebagai orang Djawa jang ilang djawané, sahaja termasoek di antaranja. Why? Ketika di hadapkan pada masalah penguasaan bahasa, huruf maupun aksara Djawa, sahaja merasa mati akal. Begitoe banjak jang tidak sahaja ketatahoei. Sedih? Kalau tidak merasah sedih berarti sahaja tergolong orang moenafik. Ja tentoe sadja sedih gezzz ….
Setelah sekian tahoen berlaloe, kehidoepan berdjalan penoeh warna, masalah ilmu Djawa terasa terhapoes dalam ingatan. Sewaktoe masih sekolah SD pernah diberi peladjaran melaloei boekoe Pinter Matja, covernja gambar keris. Materinja full bahasa Djawa, baik tentang pelajaran tulis menulis maupun budhi pekerti.
Setelah SMP dan SMA tidak pernah mendapat peladjaran seroepa hingga djadi lali loepa. Jang teringat hanja hapalan pengucapan Hanacaraka Datasawala Magabathanga Padhadjajanja. Tentang penoelisannja soedah ‘kepatèn obor’, hanya satoe doea hoeroef jang teringat.
Adalah Yai Guru, dimana sahaja sekarang sinau oerip slamet, mendapat pawisik dari leluhur, guru sedjatié. Pawisik itu bernada perintah, “Bila Indonesia pingin slamet dan sedjahtera hendaknya menghidupkan kembali bahasa, huruf dan aksara Djawa.”
Pesan terseboet diterima pada tahoen 2004, dan baru 2019 sahaja njantri pada beliaoe. Artinja soedah ampat belas tahoen perintah itu berada di awang-awang laloe diperintahken pada santrinja untuk beroesaha mewoedjoetkan. Wadadadaaaa …. PR berat banget nih.
Dipikir berat ja berat, dipikir menantang ja asjik joega. Why? Setelah merasa mengalami disorientasi di pekerdjaan joernalis laloe menjataken moendoer dari palagan, serasa kehilangan medan perdjoeangan.
Kalaoe membela orang benar untuk memimpin Indonesia sih kudu dilakoni. Djoega memerangi kaoem peroesak NKRI meroepaken kewadjiban. Tapi rasanja beloem menemoekan pangkal jang haroes diperboeat demi kemaslahatan bersama. Hidoep tinggal sak gong’an, maoe apalagi kaloe ndak tjantjoet taliwondo.
Bersama beberapa teman, perintah Yai Guru dicoba untuk dilaksanaken. Berdasar data jang berserak di jagat maja, menemoei aneka komunitas, individoe dan macem² sumber kami kundjungi dengan satoe semangat oentoek menjebarkan viroes seraja menggoegah, “Mari kita hidoepkan kembali bahasa, huruf dan aksara Djawa demi kedjajaan Indonesia.”
Apa hubungannja bahasa, huruf dan aksara Djawa untuk kedjajaan Indonesia?. Setjara sederhana bisa kita renoengi bahwasanja bangsa China, Thailand, Jepang, Arab dan bangsa² lain mencapai kemakmoeran dikarenaken masih merawat warisan leloehoernja, berupa bahasa dan huruf. Sedangkan kita?
Indonesia jang kaja akan koeltoer dan boedaja, dimana setiap soekoenja diwarisi leloehoer berupa hoeroef dan bahasa, kini soedah terloepakan kalaoe tidak boleh diseboet poenah. Soekoe Toradja, Bali, Soenda, Batak, dan jang lainnja mengalami nasib seroepa. Padahal di dalam warisan terseboet tersimpan ilmoe pengetahoean, kearifan lokal, budhi pekerti dan beragam rahasia. Jang kesemoeanja sangat bergoena bagi kelangsungan nasib bangsa dan negara soepaja bisa lebih sedjahtera.
Betapa kita saksikan anak cucu kita sedari usia dini lebih diajari menulis Latin dan Arab tanpa ada pengadjaran tentang huruf dan bahasa daerah setjara berkesinamboengan sebagai langkah Pendidikan karakter n kebangsaan Indonesia. Anak cucu soedah tidak mendapat ajaran budhi pekerti sesuai budaja leloehoer amalah diarahkan meniru tradisi Arab. Inilah woedjoed njata atas kekalahan kita dalam perang kebudajaan.
Bangsa jang mengalami kekalahan di bidang keboedajaan cenderoeng mengalami keloempoehan akoet di berbagai lini kehidoepan.
Jang lebih merisaoekan lagi adalah semangkin gentjarnya geriljawan boedaja Arab mengoesoeng isoe agama dengan melibatken gerombolan radikalis. Hari² ini kebroetalan mereka telah kita rasakan sehingga kenjamanan kita terantjam. Walaoepoen amat sangat terlambat, kini TNI-Polri moelai bersikap tegas melibas radikalis jang telah menjoesoep di berbagai lini kehidoepan. Kalaoe tidak, bagaimana nasib Indonesia ke depan?
Memang tidak tjoekoep oentoek mendjelasken akan pentingnja kita menghidoepkan bahasa, huruf dan aksara warisan leloehor pada roeang jang sangat terbatas ini. Namoen jang penting, inti dari pesan ini telah sahaja sampaikan setjara sederhana. Semoga bisa dipahami.
Marilah kita kembali beladjar untuk menghidupken bahasa, hoeroef dan aksara Djawa, Soenda, Bali, Batak, dan kekajaan soekoe² lainnja demi kedjajaan Indonesia. Mari ….
oleh : Rokim Dakas
* Penulis adalah mantan wartawan Surabaya Post