Suatu hari di ruang redaksi Harian Sore Surabaya Post. Telepon berbunyi, dan ada suara khas menyapa, “Ini Gus Dur. Nitip ke Yusron, kalau saya di kantor PWNU Jatim, tak tunggu di sana”.
Seketika dua wartawan surat kabar ini langsung meluncur ke lokasi. Di kantor PWNU, mereka bertemu Gus Dur yang menyambut dengan kalimat, “Lho, saya minta Yusron. Bukan buat liputan. Dia mau saya ajak jalan-jalan”.
“Tidak terbayang, bagaimana reaksi kawan-kawan saat itu,” kata Yusron Aminulloh, pendiri dan trainer di MEP (Menebar Energi Positif) Training Center, disusul tawa lepasnya.
Meski dekat dengan banyak tokoh penting, Yusron mengaku, itu bukan berarti kalau dia hebat. Dia malah mengingatkan, sebagai wartawan, ia sering merasa lebih lamban jika dibanding wartawan lain yang jauh lebih hebat.
“Saya tidak bisa bergerak cepat seperti mereka. Bahkan saat tes masuk, saya ikut tes psikologi dan dinyatakan tidak lulus. Alhamdulillah, setelah masa percobaan tiga bulan dinyatakan lulus,” kenang Yusron.
Ditanya tentang kakaknya, Emha Ainun Nadjib, Yusron mengaku jika ia merasa biasa saja. Sebagai nara sumber, Cak Nun, panggilan akrab Emha, tentu lebih mudah diakses. Tapi hal yang sama juga dirasakan saat berinteraksi dengan Gus Dur, Nurcholish Madjid, atau BJ Habibie. “Jadi wartawan kan harus siap wawancara dengan siapa saja,” tegasnya.
Sebagai pribadi yang terus berpikir untuk maju, Yusron juga tidak mau ditutup bayang-bayang siapapun. Misal, saat jadi manager Cak Nun, ia mengaku jika fasilitas yangg diterima sudah lebih dari cukup. Tapi ia memilih dua tahun harus berhenti dan mencari jalan hidupnya sendiri. Jadi konsultan komunikasi, penulis, dan terakhir, menjadi trainer dan motivator.
“Saya juga pernah diminta jadi trainer perusahaan MLM. Tapi saya dicustom. Harus pakai baju ini, mobil dengan driver, tidak boleh buka pintu sendiri. Saya pikir ya buat apa? Wong saya ya seperti ini,” pungkasnya. (hd)