Gatot Bhakti Sosiawan, dikenal dengan nama inisial GBS. Lelaki ini tak kenal lelah menyemangati hidupnya untuk mengiringi derita panjangnya. Sebagai fotografer, dia pernah berjaya bersama Harian Sore Surabaya Post.
Big bos koran ini, almarhumah Ibu Toety Azis, menjadikannya satu dari ‘anak emas’ yang dipercaya.
Kamera yang digunakannya sangat canggih di atas rata-rata kamera yang digunakan fotografer koran lainnya.
Pernah suatu saat, dia mengirim surat pembelian kamera terbaru. Surat itu bagi ibu Toety dianggap sangat penting, sehingga harus disimpan di dalam tasnya. Pada waktu Ibu Toety berjalan jalan keliling ke desa desa penghasil tenun dan handycraft di Lamongan, Pak Bupati Farid mengundangnya ke pendopo di depan alun-alun.
Dikenal pengusaha yang suka memberi bantuan, Ibu Toety Azis sebelum pulang ke Surabaya menitipkan amplop berisi cek kepada Pak Farid. Namun tidak diduga, Pak Son Haji, wartawan Surabaya Post di Lamongan keesokan harinya dipanggil Pak Farid untuk diberitahu bahwa amplop putih yang diterimanya dari Ibu Toety bukan berisi cek bantuan. Tetapi isinya berupa permohonan pembelian kamera yang diajukan GBS.
“Untung tidak banyak yang tahu kejadian ini,” kata GBS menahan tawa. Ya, GBS di kantor dikenal suka tertawa dan selalu bikin joke-joke yang menyehatkan, terutama kalau ketemu tandemnya, Pak Yok dan lainnya. Pasti suasana tegang menjadi segar.
Guyonan itu tetap melekat pada diri GBS, meski saat ini tangan dan kakinya belum sempurna digerakkan karena stroke yang menyerangnya beberapa bulan lalu.
“Meski begini saya tetap bersyukur. Karena sudah lebih baik dari awal awal stroke. Waktu itu saya seperti orang yang lumpuh tidak bisa apa-apa kecuali tidur,” tuturnya.
Jiwa GBS sudah ditanami semangat hidup yang terus dikobarkan. Optimismenya mampu mengalahkan derita panjangnya menantang gelombang besar yang siap menewaskan jiwanya. Penyakit Lupus sudah lama dijadikan teman hidupnya.
Di tengah menjalani ujian berat ini, dia harus mengatasi sendiri, karena anak anaknya diboyong istrinya ke rumah yang lain,”Saya selalu tertinggal dengan pola pikir mereka yang lebih pintar,” tuturnya.
Lupus melarang dirinya disengat matahari, sehingga membuatnya tidak berkutik untuk beraktifitas. Apalagi dokter yang memiliki keahlian khusus Lupus hanya ada di Jakarta. Biaya riwa-riwi Surabaya-Jakarta dan untuk beli obat terhitung cukupbesar.
“Untung Allah masih memberi teman yang selalu membantu untuk berobat,” tuturnya. Diserang penyakit Lupus tidak banyak yang bisa sehat kembali. Dan menurut medis, GBS adalah satu dari sekian penderita yang mendapat mukjizat karena masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk beribadah.
“Sekarang ini saya agak repot. Satu sisi penyakit Lupus tidak boleh kena sinar matahari dan satu sisi yang lain, penyakit stroke saya harus sering kena sinar matahari,” jelasnya. Meski demikian, rasa syukur selalu diucapkan. Ia pun meyakini, bahwa ini semua tidak lepas dari kehendak Allah SWT, dan kelak akan memberi hikmah yang penuh rahasia.
Buktinya, banyak temannya yang terlihat lebih sehat harus menghadap Tuhan lebih dahulu. GBS tergolong manusia pilihan yang patut dijadikan ibrah, meskipun saat ini dia dirawat khusus oleh kakak kandungnya, dia tetap ingin mandiri dan berusaha tidak merepotkannya.
Anak-anaknya, meski tidak serumah, juga turut menyemangati. Rumah satu-satunya sudah dijual untuk berobat. “Sebisa-bisanya saya bergerak sendiri untuk ke kamar mandi, untuk shalat dan aktifitas ringan lainnya,” katanya.
“Sekarang saya harus tetap semangat. Dan alhamdulillah, banyak teman yang selalu memberi semangat,” kata GBS. Para sindennya yang selalu diajak show dari panggung ke panggung, tak lupa menyemangati dirinya agar hidup sehat.
Semoga Allah menyembuhkanmu saudaraku. Amin. (Nur Fakih)
semangat om gatot