Dulu di tahun 70an jarang terdengar orang mati bunuh diri. Yang sering terjadi, orang mati karena duel bacokan dengan tetangganya. Mungkin saat itu belum ada sosmed, orang juga masih jarang yang berlangganan koran atau punya televisi. Paling banter mempunyai radio transistor. Tetapi karena gara-gara mendengarkan drama radio seorang warga di desa saya mati bunuh diri. Ia kedapatan mati dengan menggantung di pohon mangga. Saya melihat dari kejauhan dengan perasaan takut. Konon, warga tersebut bunuh diri karena punya banyak utang kepada rentenir. Saat mendengarkan drama radio, ada salah satu tokoh drama yang memanggil-manggil namanya. “Ibrahim, ibrahim..” Ia menyangka, suara radio itu…
Penulis: Zed Abidien
Saat muda saya tinggal di Desa Padangan, sebuah desa yang sekaligus ibu kota kecamatan di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Lokasinya berbatasan dengan Cepu, Jawa Tengah. Desa saya dekat Bengawan Solo. Di daerah saya sudah ada kantor posnya. Dulu kantor posnya ikut Cepu. Kalau mengantar surat petugas pos naik sepeda onthel, melewati jembatan Bengawan Solo. Keluarga saya keluarga pedagang. Tetapi suka membaca. Dulu kakak saya berlangganan harian ‘Abadi’, koran yang berafiliasi dengan partai Masyumi, partai Islam terbesar di tahun 50-60an. Saat SMP, keluargaku berlangganan majalah Panji Masyarakat, majalahnya orang Muhammadiyah. Setelah saya mahasiswa harian Abadi sudah tutup, sedang Panji Masyarakat mati…
Saya salah satu orang yang termasuk melek media. Mungkin sudah terbiasa saat jadi wartawan Tempo dulu, di mana semua wartawan dianjurkan membaca semua koran yang ada di kantor. Tetapi setelah pensiun, saya tak lagi berlangganan koran. Cukup membeli koran dan majalah secara eceren. Untuk berita cukup mengandalkan liputan televisi dan internet. Untuk berita demonstrasi, menarik melihat televisi karena disiarkan secara live. Rabo kemarin, selain melihat Kompas tv, saya juga melihat Metro tv, TVOne dan TVRI. Selepas pukul 19.00. Kompas tv memberitakan demonstrasi pelajar SMK di Jakarta. Ini masih lanjutan demo mahasiswa, tetapi tuntutannya tidak jelas. Aiman, pembawa acara talkshow ini…
Bagi sebagian jurnalis, terlebih petinggi media, apa yang diingat dari masa orde baru? Tiarap. Bikin berita apa saja, tapi jangan menyinggung suku, agama, ras, antar golongan, dan dua hal lain ; tentara dan cendana. Itu sebabnya, saat pembredelan Majalah Tempo, Tabloid Detik, dan Majalah Editor terjadi, tak semua media massa mau memberitakannya. Jikapun ada, rata-rata berkesan berat di konten dengan muatan pernyataan Menteri Penerangan Harmoko atau pejabat lain yang isinya mengecam berita Tempo, Detik, dan Editor. Sementara info lain, khususnya data di balik pembredelan hingga aksi menentang kesewenangan pemerintah ini tidak mendapat tempat. Itu sebabnya, Zed Abidien, mantan wartawan Surabaya…
Saya bergabung dengan harian sore Surabaya Post pada tahun 1985. Saya bergabung dengan Surabaya Post lewat perantaraan Budiono Darsono, koresponden Surabaya Post di Bojonegoro. Saya menjadi koresponden Surabaya Post di Kabupaten Ngawi, daerah Jawa Timur yang berbatasan Kabupaten Bojonegoro, Madiun, Magetan dan Sragen, Jawa Tengah. Harian Surabaya Post didirikan oleh pasangan Abdul Azis – Toety Azis pada tahun 1953. Koran Surabaya Post salah satu koran perjuangan karena didirikan 12 tahun setelah kemerdekaan. Koran ini mengalami puncak kejayaannya di tahun 70an hingga tahun 80an. Di masa itu, koran tersebut mempunyai mesin cetak yang modern, bisa membangun gedung bertingkat dan mempunyai gedung…