Adriono dan Kearifan dalam Budaya Pongah
Info Baru Kiprah

Adriono dan Kearifan dalam Budaya Pongah

Terus berkarya. Semangat ini juga yang melekat pada diri Adriono, mantan wartawan Harian Surabaya Post. Ia, bersama beberapa kawan, bahkan membentuk usaha jasa editorial service di bawah bendera ‘Pendar Asa Komunika’. Proyek yang ditangani antara lain membuat buku biografi, company profile perusahaan, diklat jurnalistik dan masih banyak lagi.

“Dalam Buaian Budaya Pongah (DBBP) adalah buku terbaru saya,” kata pria kelahiran Surabaya, 20 Mei 1962 ini.

Buku DBBP, kata Adriono, lahir dari dorongan dalam dirinya setelah beberapa waktu terakhir kembali aktif menulis. Saat itu ia berkomitmen, akan menulis setidaknya dua karya dalam seminggu.

Karya yang ada kemudian diupload di Facebook dan blog personalnya, adrionomatabaru.blogspot.com.

“Perhitungannya, jika satu tahun ada 52 minggu, saya bisa punya stok 104 naskah. Meski dalam parakteknya tidak segampang itu,” aku Adriono, seperti yang juga diceritakan di halaman prakata buku.

DBBP sendiri dibagi dalam tiga tema besar. Kekuasaan, dinamika hidup, dan kearifan lokal. Masing-masing tema besar, Adriono menyebutnya dengan istilah ‘bagian’, dibagi dalam beberapa artikel berjumlah 8 hingga 10 tulisan.

Adriono, dengan segenap kerendahan hati, mengajak pembaca menikmati rangkaian cerita dan pesan yang terselip wajar, jauh dari kesan vulgar. Walau di titik tertentu, mereka yang gampang baper mungkin akan merasa tersentil walau secara perlahan.

Seperti di artikel berjudul sama dengan buku ini, Dalam Buaian Budaya Pongah, Adriono bercerita tentang orang-orang yang suka membuat status, “Ya Allah, betapa indahnya menjalani sholat malam ini,” atau “Buka bersama dengan anak yatim”.

Adriono tak buru-buru berprasangka buruk. Ia (hanya) menulis, ‘boleh jadi memang benar-benar cuma bermaksud mengutarakan rasa syukur’.

Tapi ia juga mengingatkan, ‘harus tetap menata hati agar tidak sampai tergelincir pada sikap riak dan kesombongan diri’.

Atau di bagian lain, di artikel Senjakala Ketupat Lepet, Adriono menulis, ‘ketupat dan lepet hanyalah produk masa lalu yang makin tersisih dari kancah dunia kuliner modern’.

Kekhawatiran? Mungkin saja. Tapi Adriono lebih suka menyebut sebagai ajakan untuk senantiasa menjaga kewarasan dan menjaga akal sehat dalam menjalani kehidupan.

Meski apapun, alumnus IKIP Negeri Malang angkatan 1981 ini menyadari betul, buku adalah ruang berdialektika yang bisa jadi tak bertafsir di lingkaran yang sama.

Jadi, kata Adriono, “Semoga isinya dapat memberi inspirasi, menggoda pikiran, mengusik imajinasi, atau setidaknya bisa memberi hiburan di waktu senggang”.

Selamat Mas Adriono. Semoga semangat berkarya ini bisa kami ikuti.

Loading...

Post Comment

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.