Wong Jawa Ilang Jawane
Kolom

Wong Jawa Ilang Jawane

Saiki akeh wong Jawa ilang jawane. Karena kehilangan jati diri, lupa bumi, lupa tradisi lupa leluhur jadinya ajur. Lalu menjiplak tradisi asing dengan mengubah penampilan ngarab²i akibat dicekoki retorika surga oleh agen² budaya Arab yang dijadikan gerilyawan proxy war mengusung isu agama. Apakah peniruan perilaku ini benar? Tidak.

Tulisan ini tidak hanya ingin menggugah kesadaran untuk kembali ke jati diri kita sebagai bangsa Indonesia agar merawat dan mengembangkan ajaran leluhur, tetapi juga perlu memperbarui cara, persepsi dan pemahaman dalam menjalankan ajaran agama.

Kitab penuh sanepan, hendaknya para pengajar menunjukkan wujudnya agar umat tidak jadi korban angan² sehingga benar² iman, percaya pada apa yang disembah.

Apabila pecinta NKRI tidak melakukan langkah² yang berani untuk mengimbangi bombardir retorika agen² budaya Arab di berbagai lini kehidupan dan media, tentu nasib negara dan bangsa ke depan menjadi lebih runyam dibanding sekarang.

Kasihan anak cucu jika para leluhur sampe murka lalu melaknat karena segala ilmu dan warisannya dihancurkan oleh kebudayaan asing.
Ini yang perlu kira renungkan bersama.

Jawa.
Dalam kamus Bahasa Jawa diartikan bertanggung jawab atau punya tanggung jawab. Dalam tataran moralitas, jawa diartikan sebagai sifat perilaku yang baik, juga berarti sabar.

Misal, dadi wong iku sing ‘jawa’. Maksudnya, jadi orang itu yang perilakunya baik. Atau jadilah orang yang sabar. Namun jawa juga menunjukkan suatu kelompok masyarakat atau suku yang mayoriras menghuni Pulau Jawa meski keberadaannya terbagi dalam beragam entitas/wujud.

Seperti di Jawa Timur ada 7 entitas budaya, antara lain budaya Arek, Madura, Tengger, Osing, Pendalungan, Mataraman, Ponoragan. Bahasa komunikasi mereka umumnya menggunakan bahasa Jawa dengan dialek yang amat khas. Begitu halnya di Jawa Tengah, entitas budaya Jawanya beragam. Orang² Jawa juga migrasi ke berbagai wilayah di Indonesia untuk mengadu nasib di perantauan yang dikenal ulet dan kreatif.

Kembali ke soal Jawa. Akhir² ini terbaca adanya keresahan yang menimbulkan spirit untuk mengembalikan huruf, aksara dan bahasa Jawa. Kekayaan serupa yang dulu dimiliki oleh suku² di Indonesia agar dihidupkan kembali guna membangun karakter dan kekuatan bangsa di era kesejagatan ato globalisasi.

Seorang spiritual sepuh yang telah suci hatinya menyampaikan pesan agar disampaikan secara umum, “Kalo ingin Indonesia tidak hancur oleh serbuan budaya Arab, ayo gunakan aksara dan budaya Jawa, disitu ada banyak rahasia kekuatan untuk mengembalikan kejayaan negeri ini agar rakyatnya tidak terus²an jadi babu.”

Coba renungkan, kita ini dititipi warisan istimewa. Tanah airnya subur tapi rakyatnya jadi babu. Di dalam negeri mbabu di luar mbabu. Yang jadi juragan malah orang lain.

Lebih² karena kalah dalam politik agama, bangsa kita rela membayar pampasan lewat wisata dengan iming² ketemu Allah. “Allah itu tidak dimana². Allah itu ada dalam setiap pribadi yang hatinya terang, ati sing padhang. Keliru kalo mencari Allah di luar diri,” tutur sesepuh itu lebih lanjut.

Ayo bangsaku sadarlah. Perbaiki cara sembahyang. Ketika berdoa gunakan bahasa sehari hari, karena Allah waktu komunikasi melalui hati tidak menggunakan bahasa Arab, Inggris ato bahasa asing. Orang Jawa berdoalah dengan bahasa Jawa begitu juga yang Sunda, Batak, Bali pake bahasa ibu. Itu yang dikabulkan Allah.

“Allah sampeyan itu tidak ngerti bahasa Arab, mulane masio ndonga sampek ndomble, endhase buthak gak kiro terkabul,” tutur sesepuh terkekekeke… Para santri tertawa ngakak ….

Hahahaha ….

oleh : Rokim Dakas
* Penulis adalah mantan wartawan Surabaya Post

Loading...

Post Comment

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.